POLEMIK Jaminan Hari Tua (JHT) JHT ANTARA KEBUTUHAN DAN TIDAK

POLEMIK Jaminan Hari Tua (JHT) JHT ANTARA KEBUTUHAN DAN TIDAK

Oleh : Muhammad Zia Ulhaq, S.KM.,M.K.M (dosen ARS)

S1 Administrasi Rumah Sakit Alma Ata – Akhir-akhir ini telah terjadi polemik mengenai polemik kebijakan JHT (Jaminan Hari Tua) yang dikeluarkan oleh Kementrian Ketenagakerjaan yang mewajibkan bahwa pencairan dana JHT dilakukan ketika peserta memasuki usia 56 tahun atau dikatakan usia pensiun. Sontak kebijakan tersebut menimbulkan dua kubu yakni kubu pro dan kontra, sehingga presiden sendiri harus turun tangan mengatasi polemik tersebut.

Sebelum membahas mengenai JHT antara kebutuhan dan tidak, kita harus terlebih dahulu membahas apa itu JHT, bagaimana proses kepesertaan serta apa landasan hukum yang mendasari bahwa setiap pekerja wajib mengikuti JHT BPJS Kepesertaan.

JHT merupakan program perlindungan yang bertujuan menjamin para pesertanya menerima uang tunai dari BPJS Ketenagakerjaan. Manfaat JHT dibayarkan sekaligus pada saat peserta mencapai usia 56 tahun, mengalami cacat total tetap, meninggal dunia, atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya dengan status WNA.

Perusahaan, atau pemberi kerja, diwajibkan untuk mengikutsertakan seluruh karyawannya ke dalam program pemerintah ini. Hal tersebut diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang berbunyi:

“Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta program jaminan sosial (kesehatan maupun ketenagakerjaan).”

Ketentuan tersebut diperjelas oleh Pasal 15 Ayat 1 yang menyatakan bahwa:

“Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS (kesehatan maupun ketenagakerjaan), sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.”

Jadi, jelas sudah bahwa setiap badan usaha wajib mendaftarkan diri dan anggotanya ke BPJAMSOSTEK

Dengan dasar diatas maka setiap perusahaan atau pemberi kerja wajib mengikutkan semua karyawannya dalam program Jaminan Hari Tua melalui BPJAMSOSTEK. Setiap tahun jumlah peserta JHT mengalami peningkatan (BPJS TK) tercatat memiliki 30,66 juta peserta aktif hingga kuartal IV-2021. Jumlah ini naik 2,27% dibandingkan periode yang sama tahun lalu dengan jumlah 29,98 juta peserta.

Rinciannya, sebanyak 20,83 juta peserta merupakan Pekerja Penerima Upah (PPU). Angka ini bertambah 4,35% dibandingkan PPU akhir 2020 yang berjumlah 19,96 juta peserta. Kemudian, sebanyak 6,27 juta peserta merupakan Pekerja Jasa Konstruksi (Jakon). Angka ini menurun 16,55% dibandingkan Jakon tahun sebelumnya yang berjumlah 7,52 juta peserta. Sementara itu, sebanyak 3,55 juta peserta merupakan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU). Jumlah ini naik 42,38% dibandingkan PBPU 2020 yang jumlahnya 2,94 juta peserta.

Dari data diatas kita bisa menyimpulkan bahwa tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya jaminan hari tua semakin meningkat dikarenakan angka harapan hidup di indonesia juga semakin meningkat, angka harapan hidup di indonesia pada tahun 2021 mencapai 71,59 tahun. Artinya setelah usia pensiun di Indonesia yang rata -rata usia 56-58 tahun memiliki angka harapan hidup selama 15 tahun kedapan, yang menjadi pokok permasalahan adalah rata -rata pasca usia pensiun kondisi tubuh tidak lah sebagus pada saat usia produktif, berbagai macam keluhan yang dihadapi terutama mengenai kesehatan, sehingga pasca pensiun masih tetap membutuhkan biaya selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari juga membutuhkan untuk pemeliharaan kesehatan.

Banyak kita jumpai disekitar kita bahwa masih banyak para pekerja ketika memasuki usia pensiun masih memiliki tanggungan keluarga yang harus diselesaikan, mulai dari anak yang masih usia sekolah, biaya kuliah, bahkan tidak menutup kemungkinan uang JHT yang diterima hanya cukup untuk menutupi hutang yang belum di bayar, sehingga yang seharusnya menikmati masa tua pasca pensiun harus mencari pekerjaan tambahan untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari.

Dengan melihat fenomena diatas maka selayaknya kita harus bisa berkaca sebelum kita memasuki usia pensiun hendaknya memikirkan juga seberapa besar uang JHT yang akan kita terima kelak, karena selama saya bekerja banyak dari rekan kerja yang hanya menginginkan untuk mendapatkan JHT karena mereka berfikir bahwa JHT adalah merupakan tanggung jawab dari pemberi kerja atau perusahaan, akan tetapi mereka tidak pernah berfikir apakah JHT yang akan diterima kelak akan memenuhi kebutuhan keluarga apa tidak terlebih jika pekerja merupakan pencari nafkah tunggal dikeluarga dan ini perlu sangat diperhatikan.

Perlu saya jabarkan disini bahwa perusahaan hanya membayarkan jumlah uang untuk JHT hanya sebesar 3,7% dari gaji ditambah dari tenaga kerja sendiri membayarkan 2% dari gaji sehingga hasil yang akan di dapat belum tentu maksimum, juga yang harus perlu diperhatian adalah lama masa kerja karyawan.

Mari kita simulasikan dari perolehan JHT tenagakerja dengan gaji 5 juta dan masa kerja 25 tahun. Maka pemberi pekerjaan/perusahaan hanya membayarkan sejumlah premi 3,7% dari gaji dan pekerja membayarkan 2%. Serta tingkat perkembangan sebanyak 5% maka jumlah JHT yang akan diterima sekitar kurang lebih 165 juta rupiah. Pertanyaan nya adalah.. Apakah uang tersebut bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarga semisal dengan  istri dan satu anak yang masih sekolah misal.. belum lagi tingkat inflasi yang setiap tahun mengalami kenaikan yang signifikan.

Ada satu strategi yang bisa kita lakukan jika ingin mendapatkan hasil yang maksimum pada saat menjadi peserta JHT adalah dengan cara peserta tidak hanya mengalokasikan dana hanya sebesar 2% akan tetapi harus lebih dari itu, misal 5-7% maka nilai itu akan memberikan dampak yang maksimal dalam perolahan hasil JHT di masa pensiun, idealnya setiap tahun hendaknya iuran JHT harus kita naikkan seiring dengan naiknya inflasi keuangan. Sehingga hal tersebut akan memberikan dampak yang maksimal, pengalaman ini pernah saya terapkan ketika saya berkecimpung disalah satu perusahaan ternama, dimana saya mengalokasikan dana pribadi yang seharusnya 2% menjadi 7%. Sehingga pada waktu melakuan resign maka hasil yang terima melebih dari karyawan yang kerjanya lebih dari saya bahkan 2x lebih lama dari saya. Semoga bermanfaat. Terima kasih (MZU)

Open chat