GANGGUAN REPRODUKSI WANITA PADA USIA REPRODUKTIF: ENDOMETRIOSIS

GANGGUAN REPRODUKSI WANITA PADA USIA REPRODUKTIF: ENDOMETRIOSIS

(Restu Pangestuti, SST., MKM)

Prodi DIII Kebidanan Alma Ata – Masalah kesehatan reproduksi menjadi perhatian bersama khusunya masalah kesehatan  reproduksi  pada  wanita,  karena  saat  ini  wanita  usia  produktif  lebih banyak  terkena  masalah  dengan  kesehatan  reproduksinya. Salah satu masalahnya yaitu permasalahan endometriosis. Masalah  yang  sering  ditemukan  khusunya  pada  wanita  di usia reproduktif (Anandita dan Gustina, 2021).

Endometriosis adalah kondisi ginekologis kronis, yang ditandai dengan adanya kelenjar endometrium dan stroma yang abnormal di luar rahim disertai dengan kronis Peradangan. Paling umum mempengaruhi organ-organ rongga panggul: ovarium, saluran tuba, kandung kemih, usus atau peritoneum. Endometriosis terutama ditemukan pada anak perempuan dan wanita usia reproduksi. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada sekitar 10% usia reproduksi wanita (190 juta) secara global yang didiagnosis endometriosis. Usia puncak pasien berada dalam rentang waktu usia antara 25 dan 45 tahun. Endometriosis memiliki dampak yang cukup besar pada perekonomian karena pengobatannya yang tidak murah. Selain itu, endometriosis juga dapat mengganggu kesuburan pada wanita (Lemceva, et al., 2023)

Diagnosis endometriosis pada sebagian besar wanita seringkali terlambat, sehingga wanita akan menderita rasa sakit dan efek jangka panjang dari penyakit yang melemahkan ini, termasuk infertilitas. Pada wanita dengan infertilitas, endometriosis ditemukan mencapai 50%, sedangkan pada remaja kejadian endometriosis dilaporkan sebesar 47% dari mereka yang pernah mengalami sakit panggul. Ada beberapa faktor yang  meningkatkan terjadinya endometriosis yaitu usia menarche yang dini (usia di bawah 11 tahun), durasi menstruasi yang lebih pendek (kurang dari 27 hari), perdarahan menstruasi yang banyak (menorrhagia), dan nuliparitas. Hal ini menunjukkan dan memperkuat hipotesis bahwa endometriosis berkaitan erat dengan status hormonal seorang wanita (kadar estrogen tinggi dan progesteron rendah) (Parasar P, et al., 2017).

Diagnosis endometriosis biasanya tertunda rata-rata 4 hingga 11 tahun sejak timbulnya gejala. Fenomena ini terjadi tidak hanya di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah namun juga di masyarakat kaya yang memiliki akses layanan kesehatan luas. Keterlambatan ini disebabkan oleh tidak adanya tes patognomonik atau biomarker untuk mendeteksi penyakit, namun juga karena keragaman gejala yang dapat dianggap sebagai respons fisiologis selama menstruasi (seperti rasa sakit dan ketidaknyamanan). Gejala yang dilaporkan tumpang tindih dengan penyebab gastrointestinal atau ginekologi lainnya. Untuk mencapai diagnosis endometriosis yang tepat, dokter harus memulai dengan melakukan anamnesis secara rinci dan melakukan pemeriksaan fisik ginekologi. Riwayat keluarga yang positif, nyeri panggul, kista ovarium jinak, operasi panggul, dan masalah infertilitas meningkatkan kewaspadaan dokter untuk mendiagnosis endometriosis. (Agarwal SK et al., 2019)

Penanganan endometriosis dapat dilakukan secara farmakologi dan pembedahan atau operasi. Pemberian obat-obatan pada penderita endometriosis hanya untuk meringankan gejalanya saja bukan untuk penyembuhan total. Terapi farmakologis lini pertama yang diusulkan untuk pengelolaan endometriosis terdiri dari obat antiinflamasi nonsteroid, progestin, atau kontrasepsi hormonal kombinasi. Kontrasepsi hormonal kombinasi dapat diberikan baik secara siklis atau terus menerus, dan mereka mengerahkan efeknya dengan menghambat perkembangan folikel, menurunkan kadar LH dan FSH, dan menyebabkan desidualisasi dan atrofi endometrium manusia (Kiesel L, et al., 2019).

Progestin adalah pilihan lain untuk perawatan medis endometriosis. Progestin bekerja dengan cara menghambat ovulasi dan menciptakan lingkungan hipoestrogenik, dengan mengikat langsung ke reseptor progesteron di endometrium. Progestin juga dapat meredakan gejala dengan mengurangi peradangan peritoneum. Penanganan lain yang dapat dilakukan yaitu dengan pembedahan atau operasi. Tindakan ini bertujuan mengangkat dan menghancurkan jaringan endometriosis. Meskipun begitu tindakan pembedahan tidak dapat langsung menyembuhkan atau menghilangkan endometriosis secara permanen.

Referensi :

Agarwal SK, Chapron C, Giudice LC, Laufer MR, Leyland N, Missmer SA, Singh SS, Taylor HS. Clinical diagnosis of endometriosis: a call to action. Am J Obstet Gynecol. 2019 Apr;220(4):354.e1-354.e12. [PubMed]

Parasar P, Ozcan P, Terry KL. Endometriosis: Epidemiology, Diagnosis and Clinical Management. Curr Obstet Gynecol Rep. 2017 Mar;6(1):34-41. [PMC free article] [PubMed]

Anandita MYR, Gustina I. Edukasi pada wanita usia subur tentang gangguan sistem repsoduksi. JPM Bhakti Parahita. 2021 Des; 2(02): 188-197. p-ISSN-2747-2094.

Lamceva J, Uljanovs R, Strumfa I. The Main Theories on the Pathogenesis of Endometriosis. Int. J. Mol. Sci. 2023, 24, 4254. DOI: https://doi.org/10.3390/ijms24054254

Kiesel L, Sourouni M. Diagnosis of endometriosis in the 21st century. Climacteric. 2019 Jun;22(3):296-302. [PubMed]

Open chat