ERA DISRUPSI RUMAH SAKIT

ERA DISRUPSI RUMAH SAKIT

Menurut data WHO, banyak negara berkembang yang sudah mulai menerapkan UHC. Ini menunjukkan bahwa berbagai negara di dunia sudah menyadari pentingnya jaminan kesehatan bagi rakyatnya, karena bisa mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat. Ada lebih dari 100 juta penduduk yang menjadi jatuh miskin karena harus menanggung biaya pelayanan kesehatan. Jika pemerintah menanggung biaya pelayanan kesehatan dasar, setidaknya jumlah masyarakat yang jatuh miskin karena sakit bisa dikurangi. Masih menurut data WHO, saat ini lebih dari separuh penduduk dunia belum terjamin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar. Oleh karenanya, seluruh negara anggota WHO berkomitmen untuk mencapai UHC pada 2030.

Indonesia sejak 2014 sudah  mulai struggling untuk menerapkan UHC. UU sudah mengamanatkan sejak 2004, namun baru bisa mulai terlaksana satu dekade kemudian. Itupun dengan berbagai kekurangan pada regulasi, sistem, provider, pengelola dana JKN dan sebagainya. Setelah berjalan selama lima tahun, semakin terlihat bahwa alokasi anggaran yang dibutuhkan untuk mendanai program ini semakin besar, karena coverage manfaat yang sangat luas, hampir tak terbatas sedangkan premi sangat kecil. Jelaslah bahwa sebanyak apapun sumber daya yang tersedia tidak akan pernah cukup jika program JKN terlalu fokus pada upaya kuratif. Upaya promotif dan preventif perlu mendapat porsi lebih besar. Hasilnya tidak akan terlihat dalam jangka pendek bahkan menengah, namun dalam jangka panjang akan menguntungkan. Kesehatan masyarakat membaik, umur produktif lebih panjang, daya beli masyarakat meningkat, biaya pengobatan dapat ditekan, dan seterusnya.

Berkaitan dengan hal tersebut, rumah sakit sebenarnya mempunyai peran penting dalam menyukseskan upaya promotif dan  preventif. Bahkan kedua area ini merupakan tupoksi rumah sakit, selain area kuratif dan rehabilitatif. Hanya saja kedua area ini kurang menarik secara finansial sehingga jarang digarap secara serius. Rumah sakit lebih fokus mengembangkan inovasi pada pelayanan-pelayanan kuratif, karena secara nyata dan langsung bisa menghasilkan revenue bagi kelangsungan denyut cash flow RS, bahkan untuk berinvestasi.

Tantangan untuk meningkatkan revenue sembari memperbaiki mutu pelayanan secara terus-menerus (continuous improvement) seharusnya tidak menghalangi RS dalam melakukan upaya promotif dan preventif. Bahkan kedua upaya ini dapat digunakan sebagai strategi untuk meningkatkan utilisasi fasilitas, yang pada akhirnya mendatangkan pendapatan bagi RS. Tentu saja cara -cara yang digunakan sesuai dengan perkembangan zaman, yaitu  memanfaatkan teknologi. Tanpa pengetahuan dan skill mengenai teknologi bidang kesehatan maupun teknologi pendukung, RS akan kesulitan mengembangkan program – program promotif dan preventif yang bisa meningkatkan Brand Image RS itu sendiri.

Oleh: Sumarni, SKM., MARS

arniandigali@gmail.com

Open chat