
Sumber Gambar: www.japan.travel
Jepang dikenal sebagai salah satu negara dengan prevalensi obesitas terendah di dunia. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2023, hanya sekitar 4,3% populasi dewasa Jepang yang mengalami obesitas, jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara maju lainnya seperti Amerika Serikat yang mencapai 36,2%. Rendahnya angka obesitas di Jepang telah menjadi perhatian sejak pertengahan abad ke-20, ketika pemerintah Jepang mulai menerapkan kebijakan kesehatan dan gizi yang ketat. Salah satu kebijakan terkenal adalah “Undang-Undang Kesehatan dan Gizi” (Health and Nutrition Law) yang diperkenalkan pada tahun 2005. Kebijakan ini bertujuan untuk mempromosikan pola makan sehat dan aktivitas fisik melalui edukasi gizi, regulasi industri makanan, dan program kesehatan masyarakat.
Gaya hidup sehat masyarakat Jepang menjadi kunci utama rendahnya angka obesitas di negara tersebut. Masyarakat Jepang memiliki kebiasaan makan yang unik, seperti mengonsumsi porsi kecil tetapi dengan keragaman pangan yang tinggi. Menu tradisional Jepang, seperti washoku, kaya akan sayuran, ikan, rumput laut, dan kedelai, serta rendah lemak jenuh dan gula tambahan. Selain itu, budaya makan secara perlahan dan menghargai setiap suapan (dikenal sebagai “hara hachi bu”) membantu mengontrol asupan kalori. Aktivitas fisik juga menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, seperti berjalan kaki atau bersepeda ke tempat kerja atau sekolah. Faktor lain yang mendukung adalah sistem kesehatan preventif di Jepang, di mana pemeriksaan kesehatan rutin (health check-ups) wajib dilakukan oleh perusahaan dan sekolah untuk memantau berat badan dan kondisi kesehatan.
Banyak hal yang bisa dipelajari dan diadopsi oleh Indonesia dari Jepang untuk menurunkan angka obesitas. Pertama, edukasi gizi sejak dini perlu ditingkatkan, baik melalui kurikulum sekolah maupun kampanye kesehatan masyarakat. Kedua, pemerintah dapat mengadopsi kebijakan serupa dengan Jepang, seperti regulasi terhadap makanan tinggi gula, garam, dan lemak, serta promosi makanan sehat. Ketiga, budaya makan sehat seperti mengonsumsi porsi kecil, meningkatkan asupan sayur dan ikan, serta mengurangi makanan olahan perlu diperkenalkan secara luas. Selain itu, aktivitas fisik seperti berjalan kaki atau bersepeda bisa didorong melalui pembangunan infrastruktur yang ramah pejalan kaki dan pesepeda. Kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung gaya hidup sehat.
Mempelajari gizi secara mendalam sangat penting untuk memahami dan mengatasi masalah obesitas. Pendidikan gizi yang komprehensif dapat membantu mengidentifikasi penyebab obesitas dan merancang intervensi yang efektif. Universitas Alma Ata, dengan program studi S1 Gizi yang telah terakreditasi Unggul, menawarkan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan gizi di masa kini dan masa depan. Mata kuliah yang diajarkan mencakup gizi klinis, gizi masyarakat, dan teknologi pangan, yang dapat menjadi bekal untuk menghadapi tantangan kesehatan seperti obesitas. Dengan mempelajari gizi di Universitas Alma Ata, kita dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk berkontribusi dalam menurunkan angka obesitas di Indonesia.
Referensi:
- World Health Organization (WHO). (2023). Obesity and overweight. Diakses dari https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/obesity-and-overweight
- Ministry of Health, Labour and Welfare, Japan. (2005). Health and Nutrition Law. Diakses dari https://www.mhlw.go.jp/english/policy/health-medical/health/index.html
- Willcox, D. C., Willcox, B. J., Todoriki, H., & Suzuki, M. (2009). The Okinawan diet: Health implications of a low-calorie, nutrient-dense, antioxidant-rich dietary pattern low in glycemic load. Journal of the American College of Nutrition, 28(sup4), 500S-516S.
- Matsushita, Y., Takahashi, Y., Mizoue, T., Inoue, M., Noda, M., & Tsugane, S. (2010). Overweight and obesity trends among Japanese adults: A 10-year follow-up of the JPHC Study. International Journal of Obesity, 34(9), 1451-1457.
- Takeda, E., & Yamamoto, H. (2017). Dietary habits and lifestyle in Japan: Implications for health and nutrition. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition, 26(5), 791-797.
- Yoshiike, N., Seino, F., Tajima, S., Arai, Y., Kawano, M., Furuhata, T., & Inoue, S. (2002). Twenty-year changes in the prevalence of overweight in Japanese adults: The National Nutrition Survey 1976โ95. Obesity Reviews, 3(3), 183-190.
- Sasaki, S. (2008). Dietary reference intakes (DRIs) in Japan. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition, 17(S2), 420-444.
- Nakamura, Y., & Okamura, T. (2013). The Japanese diet: Features and health benefits. Journal of Nutritional Science and Vitaminology, 59(Supplement), S1-S3.
- Katanoda, K., & Matsumura, Y. (2006). National Nutrition Survey in Japan: Its methodological transition and current findings. Journal of Nutritional Science and Vitaminology, 52(Supplement), S1-S4.
- Darmon, N., & Drewnowski, A. (2015). Contribution of food prices and diet cost to socioeconomic disparities in diet quality and health: A systematic review and analysis. Nutrition Reviews, 73(10), 643-660.