
Banyak orang menganggap asam urat dan gout adalah dua istilah yang sama. Atau bahkan tidak mengenal istilah gout. Padahal, secara medis keduanya memiliki perbedaan penting. Artikel ini akan membahas perbedaan tersebut serta jenis makanan yang menjadi pemicu peningkatan kadar asam urat di dalam darah, terutama makanan yang populer di Indonesia.
Apa beda Asam Urat dan Gout?
Asam urat adalah hasil akhir dari metabolisme purin dalam tubuh. Purin sendiri terdapat dalam berbagai jenis makanan dan juga diproduksi secara alami oleh tubuh. Normalnya, asam urat akan larut dalam darah dan dikeluarkan melalui urin. Namun, jika produksi asam urat berlebihan atau pengeluarannya terganggu, kadar asam urat dalam darah menjadi tinggi, kondisi ini disebut hiperurisemia. Gout adalah kondisi inflamasi sendi yang disebabkan oleh penumpukan kristal asam urat di dalam sendi. Gejalanya meliputi:
- Rasa nyeri hebat secara tiba-tiba di sendi, biasanya di ibu jari kaki.
- Sendi terlihat bengkak, kemerahan, dan terasa hangat.
- Serangan terjadi mendadak, sering kali malam hari.
Jadi, tidak semua orang dengan asam urat tinggi mengalami gout, tapi semua penderita gout memiliki kadar asam urat tinggi.
Faktor Risiko Asam Urat dan Gout
Beberapa faktor risiko utama meliputi riwayat keluarga dengan gout, konsumsi makanan tinggi purin secara berlebihan, kelebihan berat badan, dan penyakit ginjal kronis.
Dari segi makanan, berikut adalah makanan tinggi purin yang sering dikonsumsi orang Indonesia:
- Jeroan: Hati, ginjal, otak, dan babat.
- Seafood: Udang, kepiting, cumi, kerang, dan ikan sarden.
- Daging merah: Sapi dan kambing dalam jumlah besar.
- Kacang-kacangan: Seperti kacang tanah dan kacang kedelai dalam bentuk olahan (tahu, tempe, susu kedelai).
- Gula tinggi fruktosa: Termasuk minuman bersoda dan minuman kemasan manis.
Bagi penderita asam urat, disarankan untuk mengurangi makanan di atas dan memperbanyak konsumsi makanan yang membantu membuang kadar asam urat. Pilihan makanan-makanan ini mencakup sayuran hijau rendah purin, vuah-buahan segar, dan protein rendah purin seperti ayam bagian dada.
Ahli gizi berperan penting dalam memberikan edukasi diet rendah purin, membantu merancang pola makan seimbang yang tetap memenuhi kebutuhan gizi, serta memantau status hidrasi dan berat badan. Mengatur pola makan bersama ahli gizi bisa menjadi langkah awal yang efektif dalam mengontrol kadar asam urat.
Apabila Anda tertarik menjadi ahli gizi untuk mengetahui kaitan antara makanan dan kesehatan, jurusan S1 Gizi di Universitas Alma Ata dengan akreditasi Unggul menawarkan berbagai mata kuliah terkait gizi klinis, masyarakat, dan teknologi pangan. Dengan pendidikan terdepan, lulusan diharapkan bisa ikut serta menangani tantangan gizi di Indonesia.
Referensi:
Timsans, J., Palomäki, A., & Kauppi, M. (2024). Gout and Hyperuricemia: A Narrative Review of Their Comorbidities and Clinical Implications. Journal of Clinical Medicine, 13(24), 7616.
Author: BA