Wanita anemia merupakan masalah kesehatan secara global, dengan angka kejadian anemia pada wanita hamil secara global mencapai 32,4 million (38,2%), di Asia Tenggara (48,75%) dan Afrika (46,3%) [1,2]. Di Indonesia sendiri, angka kejadian anemia pada wanita hamil mengalami peningkatan dari tahun 2013 sebanyak 37,1% menjadi 48,9% pada tahun 2018 [3]. Anemia terjadi jika jumlah sel darah merah tidak mampu memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh. Wanita hamil mengalami anemia jika nilai hemoglobin (Hb)<11g/dL [2]. Sekitar 75% kasus anemia selama kehamilan terjadi karena defisiensi zat besi [4,5].
Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia yaitu menyarankan penggunaan suplemen zat besi selama kehamilan minimal sembilan puluh tablet dengan kandungan ferrous (Fe) fumarate ataupun Fe sulfate [6]. Pemberian Fe fumarate lebih efektif dalam meningkatkan nilai Hb dan memiliki efek samping obat (ESO) yang lebih rendah dibandingkan pemberian Fe sulfate selama 30-90 hari pada wanita hamil dengan anemia [7]. ESO yang sering terjadi dalam pemberian bivalent (Fe2+) oral iron preparations tersebut adalah gangguan gastointestinal berupa mual, muntah, dan konstipasi. Respon terapeutik pemberian suplemen zat besi dapat dimonitoring berdasarkan peningkatan nilai hemoglobin sebesar 1-2 g/dl dalam 3-4 minggu.
Faktor yang dapat mempengaruhi respon terapeutik terapi anemia adalah pengetahuan, persepsi, dan kepatuhan terhadap kondisi anemia, penggunaan suplemen zat besi, dan kebutuhan nutrisi selama kehamilan. Salah satu metode yang dapat digunakan oleh farmasis untuk menurunkan prevalensi anemia pada wanita hamil melalui edukasi terkait penggunaan suplemen zat besi atau yang dikenal dengan tablet tambah darah serta pemenuhan asupan nutrisi selama kehamilan. Konseling merupakan standar emas (gold standard) dalam keberhasilan terapi. Metode konseling yang dapat dilakukan adalah brief counseling, cognitive behavioral counseling, dan behavioral counseling. Brief counseling merupakan salah satu metode konseling dengan jangka waktu yang singkat dan berfokus untuk membantu individu dalam menyelesaikan masalah serta memberikan solusi untuk permasalahannya. Pelaksanaan metode brief counseling, dilakukan dengan strategi 5A yang terdiri dari lima tahapan yaitu assess (mengetahui kebiasaan dan pengetahuan wanita hamil terkait kondisinya), advise (memberikan saran terkait keuntungan/kerugian dari perubahan perilaku pengobatannya), agree (membentuk kolaborasi antara pasien dengan petugas kesehatan terkait rencana perubahan perilaku pengobatannya), assist (Mengidentifikasi hambatan personal dalam penggunaan obat, teknik penyelesaian hambatan, memberikan informasi/edukasi sesuai dengan tahapan perilaku wanita hamil), danย arrange (merencakan jadwal bertemu kembali untuk mengevaluasi perubahan perilaku pengobatan yang telah dilakukan). Pelaksanaan teknik 5A dapat dilihat selengkapnya pada Gambar
Dilakukannya metode brief counseling dengan teknik 5A tersebut dapat digunakan sebagai salah satu strategi farmasis untuk meningkatkan kepercayaan antara wanita hamil dengan peran farmasis sehingga upaya menurunkan angka kejadian anemia pada wanita hamil dapat tercapai. Farmasis dapat menggali hambatan pengobatan maupun resiko hambatan yang mungkin dapat terjadi pada pasien dalam mengkonsumsi suplemen zat besi, praktisi dan pasien melakukan perundingan dan negosiasi dalam melakukan perubahan perilaku untuk mencapai tujuan terapi yang diharapkan, serta dapat mengetahui mengetahui persepsi pasien yang dapat mempegaruhi keberhasilan terapi. Apabila wanita hamil tidak memiliki pengetahuan yang rendah terkait kondisi anemia pada kehamilan, persepsi yang negatif terhadap ESO suplemen zat besi, serta kepatuhan yang rendah selama kehamilan dapat menyebabkan anemia selama kehamilan dan meningkatkan angka kejadian persalinan prematur, intrauterine growth retardation (IUGR), dan bayi berat badan lahir rendah (BBLR) [10,11].
Pustaka:
[1] Duko, B., Tadesse, B., Gebre, M., & Teshome, T. (2017). Awareness of anemia and associated factors among pregnant women attending antenatal care, South Ethiopia. Journal of Women’s Health Care, 6(6), 1-5.
[2] WHO. (2011). Haemoglobin Concentrations for the Diagnosis of Anaemia and Assessment of Severity. Geneva: World Health Organization.
[3] Kemenkes, R. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta: Kementrian Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
[4] Sifakis, S., & Phaemakides, G. (2000). Anemia in pregnancy. Annals New York Academy of Sciences, 125-128.
[5] Ribgy, F. B. (2016). Anemia and Thrombocytopenia in Pregnancy. Medscape Obsteric and Gynecology.
[6] Kemenkes. (2014). Peraturan Meteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar Tablet Tambah Darah bagi Wanita Usia subur dan Ibu Hamil. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
[7] Santiago, P. (2012). Ferrous versus ferric oral iron formulations for the treatment of iron de๏ฌciency: a clinical overview. The Scienti๏ฌc World Journal, Volume 2012, 2-3.
[8] Glasgow, R. E., Funnell, M. M., Bonomi, A. E., Davis, C., Beckham, V., & Wagner, E. H. (2002). Self-management aspects of the improving chronic illness care breakthrough series: implementation with diabetes and heart failure teams. Breakthrough Series Self-Management, 24(2), 80-87.
[9] Whitlock, E. P., Orleans, T., Pender, N., & Allan, J. (2002). Evaluating Primary Care Behavioral Counseling Interventions: An Evidence-based Approach. Oregon Health & Science University Evidence-based Practice Center.
[10] Abu-Ouf, N. M., & Jan, M. M. (2015). The impact of maternal iron deficiency and iron deficiency anemia on childโs health. Saudi Med J, 36(2), 146-149.
[11] Rahmati, S., Delpisheh, A., Parizad, N., & Sayhmiri, K. (2016). Maternal anemia and pregnancy outcomes: a systematic review and meta-analysis. Int J Pediatr, 4(8), 3327-3339.