Fatigue atau kelelahan merupakan manifestasi yang paling sering dikeluhkan oleh para penyintas covid-19. Secara khusus, dikemukakan bahwa SARS-CoV-2ย berpotensi untuk memicu sindrom kelelahan pasca-paparan virus. Penelitian menjelaskan bahwa sekitar 64,2% penyintas mengalami kelelahan setelah 1 bulan pasca covid (Shendy, 2021). Kelelahan persisten yang berlangsung selama 6 bulan atau bahkan lebih disebut dengan chronic fatigue syndrome (CFS). Kelelahan dan CFS yang sering terjadi pada pada penyintas dikaitkan pada perubahan sistem kekebalan tubuh, tetapi belum ada data yang kuat untuk menunjukkan penyebab atau hubungan pada faktor tersebut (beberapa penelitian meneliti disregulasi imun dan aktivasi pada CFS; namun tidak satu pun yang memberikan temuan yang konsisten).
Sekitar 50% penyintas menyatakan bahwa mereka tidak merasa benar-benar baik (kesehatan), meskipun secara medis dianggap sembuh dari covid-19. Penelitian lain menjelaskan bahwa kelelahan yang terjadi disebabkan karena fungsi sehari-hari dan sekitar 31% para penyintas memutuskan untuk tidak kembali bekerja. Temuan lain menyatakan bahwa tidak ada korelasi antara kelelahan pasca SARS-CoV-2ย dengan tingkat keparahan infeksi awal.
Berdasarkan pernyataan diatas, penyebab kelelahan yang dirasakan para penyintas belum pasti, namun hal tersebut banyak dikaitkan dengan adanya respon peradangan terhadap kerusakan yang disebabkan virus dan temuan lainnya menyebutkan bahwa faktor kesehatan mental (stres/cemas) juga berkontribusi atas fatigue syndrome. Efek peradangan yang disebutkan masih dapat dirasakan meskipun virus sudah tidak ada di dalam tubuh.
Referensi:
Townsend, L., Dyer, A. H., Jones, K., Dunne, J., Mooney, A., Gaffney, F., … & Conlon, N. (2020). Persistent fatigue following SARS-CoV-2 infection is common and independent of severity of initial infection. Plos one, 15(11), e0240784.