Dampak JKN bagi Rumah Sakit dengan Pembayaran INA-CBGs

Dampak JKN bagi Rumah Sakit dengan Pembayaran INA-CBGs

 

Oleh Meirizal Ari Putra, S.Kep.,Ns.,M.K.M

Email: meirizalarieputra@almaata.ac.id

S1 ARS Alma Ata – Menurut Dinda Pratiwi (2022) dalam Kompasiana, Jaminan Kesehatan Nasional merupakan program dari Pemerintah yang mulai diselenggarakan pada tanggal 1 Januari 2014. Program JKN ini bertujuan untuk memberikan tanggungan kepada seluruh warga negara indonesia agar dapat mengakses pelayanan kesehatan dengan lebih mudah saat dibutuhkan dan tidak terhambat oleh pembiayaan.

Dengan diterapkannya program Jaminan Kesehatan Nasional membuat rumah sakit mengalami perubahan besar dalam sistem pelayanan dan pembiayaan kesehatan. Mulai dari sistem rujukan pasien yang dilakukan secara berjenjang dan lebih ketat dari pelayanan kesehatan primer ke pelayanan kesehatan rujukan. Selain itu, terdapat perubahan sistem pembayaran dirumah sakit dari yang sebelumnya menggunakan sistem fee for service menjadi sistem pembayaran prospective payment system dengan menggunakan tarif INA-CBGs serta BPJS kesehatan sebagai institusi pelaksana program.

Kemudian, agar rumah sakit mampu bertahan di era Jaminan Kesehatan Nasional maka pihak manajemen rumah sakit harus mampu mengelola rumah sakit secara efektif dan efisien dengan tetap memperhatikan kendali mutu dan kendali biaya. Dengan adanya program ini maka pembayaran jasa pelayanan kesehatan dilakukan dengan menggunakan paket INA-CBGs yang telah disesuaikan dengan diagnosa dan prosedur untuk setiap penyakit.

Dalam hal ini, seorang dokter harus benar dalam menetapkan diagnosa dan prosedur untuk setiap penyakit. Sebagai contoh, Dokter melakukan pemeriksaan diagnosa serta melakukan prosedur terhadap penyakit tetapi hal tersebut dilakukan diluar jalur klinis yang ditetapkan (clinical pathway), maka BPJS tidak dapat mengklaim biaya tersebut sehingga rumah sakit yang harus menanggungnya.

Dapat dikatakan, ketika jumlah pasien mengalami peningkatan dan biaya pelayanan memenuhi standar minimal, maka pendapatan dikurangi dengan biaya akan meningkat pula. Maka, dalam setiap paket INA-CBGs sudah ditetapkan berapa presentase keuntungan yang akan diperoleh rumah sakit.

INA-CBGs dapat diartikan sebagai sebuah sistem dalam mengelompokkan penyakit berdasarkan ciri klinis yang sama serta sumber daya yang digunakan dalam pengobatan. Biasanya pengelompokan ini ditujukan dalam pembiayaan kesehatan JKN sebagai pola pembayaran yang bersifat prospektif.

Terdapat hasil penelitian yang membahas tentang penilaian efisiensi rumah sakit pada tahun 2017 di Indonesia yang menunjukkan bahwa 65.9% rumah sakit di Indonesia belum efisien secara teknis dibandingkan rumah sakit lain dengan nilai rata-rata tingkat efisiensi rumah sakit di Indonesia sebesar 78.9%.

Kemudian, terdapat beberapa kendala yang dirasakan rumah sakit dan berakibat terhadap layanan operasional serta tingkat efisiensi di Era JKN yaitu sering terhambatnya pembayaran klaim, pendapatan yang dihasilkan menurun, tarif dirasa belum logis serta sistem rujukan yang belum dijalankan dengan baik menjadi sebuah hambatan yang paling dirasakan oleh rumah sakit.

Dengan demikian, nyatanya dalam pelaksanaan JKN sebagian rumah sakit yang telah bergabung dengan BPJS kesehatan mengakui telah mengalami surplus dengan pembiayaan bertarif INA-CBGs. Hal ini telah dirasakan rumah sakit bahwa ketika mengaplikasikan biaya dengan tarif INA-CBGs justru seluruh biaya lebih mudah dikontrol.

Referensi:

Dinda Pratiwi (2022). Dampak JKN bagi Rumah Sakit dengan Pembayaran INA-CBGs. Kompasiana.com

Open chat