Bijak menggunakan Obat pada Lansia

Bijak menggunakan Obat pada Lansia

Bijak menggunakan Obat pada Lansia


Bagaimana cara memastikan penggunaan obat yang tepat bagi lansia agar tetap aman dan efektif, mengingat perubahan tubuh dan risiko komplikasi yang meningkat seiring bertambahnya usia?

Seiring bertambahnya usia, kebutuhan akan pengobatan cenderung meningkat. Berdasarkan Beers Criteria, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) jika umur di atas 65 tahun. Dikutip dari laman resmi Kemenkes, seseorang dikatakan lansia jika memasuki usia 60 tahun. Lansia sering kali menderita lebih dari satu kondisi medis kronis, seperti hipertensi, diabetes, artritis, atau penyakit jantung, yang semua memerlukan pengobatan jangka panjang. Penggunaan obat yang tepat pada kelompok lansia sangat penting karena lansia lebih rentan terhadap efek samping dan interaksi obat.

Perubahan Anatomi dan Fisiologis pada Lansia

  • Penurunan fungsi hati dan ginjal – Organ-organ ini berperan penting dalam metabolisme dan ekskresi obat. Hati berfungsi untuk metabolisme obat, yaitu mengubah senyawa obat menjadi bentuk yang dapat dikeluarkan dari tubuh, sekaligus mengontrol aktivitas dan potensi toksisitasnya. Senyawa yang larut dalam air lebih mudah untuk diekskresikan atau dibuang oleh ginjal melalui urine. Penurunan fungsi hati dan ginjal dapat memperlambat pengeluaran obat dari tubuh, meningkatkan risiko toksisitas.
  • Perubahan komposisi tubuh – Penurunan massa otot dan peningkatan lemak tubuh dapat memengaruhi distribusi obat, khususnya obat yang larut dalam lemak.
  • Perubahan sistem pencernaan – Penyerapan obat bisa terpengaruh akibat penurunan aliran darah ke saluran pencernaan atau perubahan keasaman lambung.

Tantangan dalam Penggunaan Obat pada Lansia

  1. Polifarmasi (penggunaan banyak obat sekaligus) – Banyak lansia menggunakan lebih dari lima obat secara bersamaan, terutama bagi mereka yang mempunyai penyakit kronis seperti ginjal, hipertensi, dan jantung. Hal ini meningkatkan risiko interaksi obat dan efek samping yang tidak diinginkan.
  2. Adherensi (kepatuhan dalam minum obat) – Lansia mungkin kesulitan mengikuti regimen pengobatan yang kompleks dikarenakan adanya gangguan memori, gangguan penglihatan, atau keterbatasan fisik sehingga konsumsi obat sering terlupakan.
  3. Efek samping obat yang merugikan – Obat-obatan tertentu dapat menyebabkan pusing, kantuk, atau gangguan keseimbangan, yang dapat meningkatkan risiko jatuh dan cedera pada lansia.
  4. Ketidaksesuaian pengobatan – Obat yang aman untuk orang dewasa muda belum tentu aman untuk lansia. Beberapa obat sebaiknya dihindari karena risiko yang lebih tinggi dibandingkan manfaatnya.

Strategi Pengelolaan Obat yang Aman

  • Evaluasi rutin oleh Tenaga Kesehatan – Perlu dilakukan pemeriksaan berkala untuk menilai kebutuhan penggunaan obat, mengurangi obat yang tidak diperlukan, dan mengganti obat yang berisiko tinggi. Rajin kontrol ke dokter untuk memonitor tekanan darah, kadar gula, dan kolesterol agar tetap terpantau.
  • Pendidikan pasien dan keluarga – Memberikan informasi yang jelas tentang cara penggunaan obat, manfaat, dan potensi efek samping. Dalam satu keluarga, pilihlah satu anggota keluarga sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) seperti suami, istri, anak, atau menantu.
  • Penggunaan teknologi – Alat bantu seperti kotak obat harian atau alarm HP sangat membantu menjaga kepatuhan dalam mengonsumsi obat.
  • Kolaborasi antar Tenaga Medis – Koordinasi antara dokter, apoteker, dan perawat sangat penting untuk menghindari duplikasi atau interaksi obat.

Kesimpulan

Penggunaan obat yang tepat pada lansia merupakan kunci utama dalam mencegah komplikasi dan meningkatkan kualitas hidup. Pendekatan holistik serta komunikasi efektif antara pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan sangat diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.

Selalu konsultasikan dengan Apoteker dan tenaga medis agar pengobatan berjalan aman dan efektif!


Referensi

American Geriatrics Society Beers Criteria® Update Expert Panel.  American Geriatrics Society 2023 updated AGS Beers Criteria® for potentially inappropriate medication use in older adults. J Am Geriatr Soc.  2023; 71(7): 2052-2081. doi:10.1111/jgs.18372 Diakses tanggal 30 Mei 2025. tersedia dalam https://agsjournals.onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/10.1111/jgs.18372

Dovjak, P. (2022). Polypharmacy in elderly people. Wiener Medizinische Wochenschrift172(5), 109-113. Diakses tanggal 31 Mei 2025.Tersedia dalam https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35006518/

Delara, M., Murray, L., Jafari, B., Bahji, A., Goodarzi, Z., Kirkham, J., et all. (2022). Prevalence and factors associated with polypharmacy: a systematic review and meta-analysis. BMC geriatrics22(1), 601. Diakses tanggal 31 Mei 2025. Tersedia dalam https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35854209/

Zazzara, M. B., Palmer, K., Vetrano, D. L., Carfì, A., & Graziano, O. (2021). Adverse drug reactions in older adults: a narrative review of the literature. European geriatric medicine12, 463-473. Diakses tanggal 31 Mei 2025. Tersedia dalam https://link.springer.com/article/10.1186/s12877-020-1413-7

Kementrian Kesehatan Indonesia. (2025). Kategori usia. Diakses tanggal 2 Juni 2025 tersedia di https://ayosehat.kemkes.go.id/kategori-usia

Penulis : Dosen Prodi Farmasi

Open chat