Praktik keperawatan mandiri telah dilindungi Undang-undang, yaitu UU No. 38 Tahun 2014. Dalam UU tersebut disebutkan praktik keperawatan adalah pelayanan yang diselenggarakan perawat dalam bentuk asuhan keperawatan, dimana asuhan keperawatan merupakan rangkaian interaksi perawat dengan klien dan lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian klien dalam merawat dirinya.
Sektor perawat setidaknya mengisi sekitar 75% dari total profesi kesehatan Indonesia. Setiap tahun, sekitar 250.000 tenaga perawat dihasilkan dari 770 institusi pendidikan perawat. Meski memiliki jumlah banyak, sebaran tenaga perawat ini tidak merata.
Berdasarkan pantauan, sebagian besar tenaga perawat bekerja di Rumah Sakit dan di lingkup pendidikan. Hanya sedikit yang bekerja di Puskesmas, Klinik, maupun membuka Klinik Mandiri. Selain itu, banyak perawat yang masih bertahan bekerja pada praktik medis ketimbang di sektor keperawatan mandiri.
“Seharusnya perawat punya solusi bahwa mereka bisa praktik tanpa harus bergesekan dengan sektor lain,” kata Yanti.
Walaupun berisiko karena keperawatan mandiri akan langsung berhubungan dengan profesi dan nyawa pasien, banyak kewenangan yang bisa dilakukan seorang perawat. Yanti mengatakan, dalam praktik keperawatan mandiri, perawat bertanggung jawab penuh bukan hanya dalam menolong pasien, tetapi juga pengelolaan administratif. Lebih lanjut ia menilai, banyak kewenangan yang bisa dilakukan perawat selama masih berada dalam koridor. Dalam pelaksanaannya, guna memberikan jaminan pelayanan bermutu dan aman praktik mandiri selain dikawal UU, juga dikawal kode etik, standar profesi, standar praktik.
Sebagai perawat yang sudah 15 tahun terjun di sektor keperawatan mandiri, Yanti mengatakan, saat ini ada kemudahan untuk mendapatkan izin praktik keperawatan mandiri dibandingkan beberapa tahun ke belakang.
Dengan demikian persyaratan yang dibutuhkan untuk membuka praktik izin keperawatan terdiri dari ada Syarat Izin Praktik Perawat (SIPP), ada tempat dan ruang periksa, serta ada visi misi, ruang lingkup praktik, hingga target yang dikejar.
Yanti menambahkan, kebutuhan praktik keperawatan mandiri terdiri dari berbagai aspek, antara lain praktik komplementer, home care, wound care, skin care, pediatric care, paliatif care, intensive care, keperawatan jiwa, maternitas, dan emergency care.
Sementara itu, Dosen Fkep Unpad yang juga pemilik CV Rifa Cooperation, H. Iyus Yosep, S.Kp., M.Si., M.Sc., mengatakan, tenaga perawat juga bisa berkecimpung di dunia bisnis. Ini bertujuan agar tenaga perawat bisa lebih sejahtera.
Iyus berpendapat, seluruh sektor yang menjadi media pembelajaran keperawatan bisa menjadi ladang bisnis. Perawat juga bisa menjadi penyalur barang kebutuhan pasien saat dirawat. Ini akan jauh lebih efektif dan efisien, ketimbang harus mendapatkannya di toko-toko di luar kawasan Rumah Sakit.
“Perawat tidak bisa berdiri sebagai pekerja saja. Kita perlu berdiri di kaki lain juga. Kalau perawat kreatif, ia akan jauh lebih sejahtera,” pungkas Iyus.